Reporter : Andrew Woria
Sentani – Kegiatan workshop dan evaluasi 19 tahun otonomi khusus yang dilaksanakan di Wilayah Tabi dan Saireri resmi ditutup oleh Staf Ahli Gubernur Provisi Papua. Ada sejumlah catatan saran dan masukan yang menjadi poin penting bagi evaluasi kali ini, seperti yang disampaikan dalam pembacaan eksekutif summary oleh Dr. Yusak Reba, SH., MH. yang menjelaskan sejumlah poin diantaranya.
1. Otonomi Khusus Papua merupakan instrument hukum untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan, persamaan harkat dan martabat, kemandirian, keharmonisan dan kedamaian bagi Orang Asli Papua.
2. Otonomi Khusus Papua juga dilaksanakan oleh Pemerintahan daerah kabupaten/kota walaupun daerah kabupaten/kota tidak memperoleh kewenangan yang bersifat khusus menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Kabupaten/Kota menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan dibidang pemerintahan daerah dan bukan mengacu pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
3. Keterbatasan kewenangan khusus tidak menjadi penghalang bagi daerah kabupaten/kota di wilayah Tabi dan Saireri untuk membuat kebijakan dan inovasi daerah bagi kesejahteraan orang asli Papua dengan mengoptimalkan penerimaan khusus yang diterima oleh kabupaten/kota.
4. Sembilan belas tahun implementasi Otsus Papua di wilayah adat Tabi dan Saireri, pemerintah daerah kabupaten/kota telah melakukan kebijakan-kebijakan daerah pada Bidang Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, penyediaan dan pembangunan infrastruktur, serta kebijakan affirmasi dan proteksi bagi orang asli Papua walaupun belum secara optimal menjawab permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
5. Penerimaan khusus yang bersumber dari 2% plafon DAU Nasional yang dibagi antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota tidak memberi pengaruh signifikan terhadap penerimaan kabupaten/kota yang berasal dari sumber penerimaan lainnya. Walau demikian, penerimaan khusus telah berkontribusi bagi kebijakan daerah yang bersifat khusus.
Walaupun memiliki keterbatasan kewenangan dan dukungan penerimaan khusus yang bersumber dari 2% plafon DAU Nasional yang dibagi antara Provinsi Kabupaten/Kota, namun upaya mewujudkan kesejahteraan orang asli Papua telah dan akan terus dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
Dari Worshop dan evaluasi kali ini, maka 9 Kepala Daerah di wilayah Tabi dan Saireri bersepakat bahwa OTONOMI KHUSUS TETAP DILANJUTKAN yang diwujudkan melalui Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, dengan rekomendasi perbaikan dan penataan ulang sebagai berikut :
1. Penataan dan pengaturan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota dalam kerangka otonomi khusus Papua.
2. harus ada lembaga atau Kementerian yang mengatur Otonomi Khusus di Pusat
3. harus ada Daftar Prioritas Anggaran (DPA) Khusus Otsus
4. harus ada Rapat Koordinasi Pembangunan (RAKORBANG) yang bersifat Khusus untuk perencanaan pembangunan daerah.
5. harus ada Grand Desain Otsus untuk 5 (lima) program utama (pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur).
6. besaran Dana Otsus yang bersumber dari 2% plafon DAU dan Dana Tambahan Infrastruktur harus dinaikan dari pengaturan saat ini dalam ketenatuan pasal 34 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
7. Pengaturan ulang mekanisme distribusi Dana Tambahan Infrastuktur antara Provinsi dan Kabupaten/Kota.
8. Pemilihan Kepala Daerah harus ada pengaturan bersifat khusus.
9. Pemilihan Anggota DPR Provinsid an DPRD Kabupaten/Kota harus dilakukan pengaturan secara khusus.
10. Pembentukan Daerah Otonom Baru (Provinsi) pada wilayah adat Ha-Anim, Lapago, Mepago.
11. Jabatan Kepala Daerah dan Wakil Daerah tingkat Kabupaten/Kota diisi oleh Orang Asli Papua.
Bupati Kepulauan Yapen, Tonny Tesar, S.Sos dalam kesempatan Konferensi pers yang didampingi oleh ketua Forum Kepala Daerah Tabi, Mathius Awoitauw usai mengikuti penutupan kegiatan evaluasi ini menjelaskan bahwa ia berterima kasih atas respon baik dari kepala daerah di Tabi tentang gagasannya untuk kegiatan evaluasi otsus oleh kepala daerah Saireri, hal ini sesuai dengan amanat undang-undang 21. Sehingga wacana tentang kelanjutan otsus ini tidak hanya dibicara diluar saja, tetapi dibicarakan dalam satu forum dan mencapai hasil kesepakatan. 11 poin ini akan ditindak lanjuti kepada semua stakholder yang ada terutama kepada Gubernur Papua, juga kepada pimpinan dan Anggota DPRP, MRP serta kepada pemerintah Pusat. Ia berharap 11 poin yang telah disepakati ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam membuat revisi UU 21 Otonomi Khusus Papua.
” Yang jelas poin utama kita adalah, otonomi khusus dengan semua kebijakannya, kewenangannya perlu dilakukan revisi beberapa poin yang sudah kita sampaikan. Kontribusi bantuan dana yang kita kenal dengan nama dana otonomi khusus ini juga tetap kita harapkan tetapi kita usulkan agar jumlah tata kelolanya harus disesuaikan dengan menunjuk melakukan pertanggung jawaban dari kementrian secara langsung, sehingga dana otonomi khusus ini bisa diukur, dibuat target apa yang harus kita capai dan kemudian kita pertanggung jawabkan. tuturnya.
(Foto : Andrew Woria)